Dasar Hukum Perceraian dalam Islam
Masalah tiada henti yang seringnya terjadi dalam sebuah rumah tangga ialah perceraian. Split dalam rumah tangga ini bisa disebabkan oleh berbagai macam hal, misalnya kesulitan ekonomi, psikologis yang terjal, bahkan hingga tidak cocok dalam urusan karakter dan perbedaan prinsip hidup yang dimiliki. Santernya problem perceraian ini berbuntut pada kehancuran hubungan, lalu mengikis tatanan sosial yang berdasar pada kelargan serta kepatutan.
Perceraian dalam Islam sendiri merupakan hal yang sangat boleh dilakukan ketika suami dan istri telah mencapai tahap dimana mereka memang tidak bisa lagi hidup bersama-sama. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hal ini.
Dasar hukum dalam perceraian dalam Islam ada pada Surat At-Talaq ayat 2-3. Intinya adalah bahwa ketika suami memutuskan menceraikan istrinya, maka minimal tahapan ini wajib dilaksanakan tiga kali. Dalam tiap tahap perceraian, maka masalahnya akan ditempuh dalam jangka waktu berturut-turut yang diketahui sebagai iddah.
Jangka waktu iddah ini umumnya baru akan berakhir pada saat dua belah pihak, dalam hal ini suami-istri, tidak lagi saling berhubungan intim. Apabila hal ini terjadi, maka tahapan perceraian telah resmi dianggap selesai.
Semua proses perceraian dalam Islam berada di bawah pengawasan hukum syariah. Karena itu, pihak suami dan istri tidak bisa seenaknya menceraikan tanpa iddah. Ada beberapa keadaan tertentu yang melibatkan wali nikah sebagai mediator yang membantu memproses segalanya agar dapat diakhiri dengan indah.
Dalam perceraian, wali nikah memiliki cukup peranan penting. Dalam hal ini, ia bertugas sebagai penghubung antara suami dan istri serta pihak ahli waris dari masing-masing belah pihak. Oleh karena itu, pihak suami dan istri harus meminta saran kepada wali nikah agar masalah ini terkendali.
Piranti pendukung lainnya dalam perceraian dalam Islam ialah majelis hakim. Ia lahirkan untuk mengurus masalah perceraian tersebut, dan atas dasar itulah keputusan resmi dikeluarkan. Dalam hal ini, hakim tidak diizinkan mengambil keputusan pada tahap awal saja, tanpa memperhatikan bagaimana keadaan pelakunya. Ia wajib mendengarkan seluruh laporan baik suami maupun istri.
Proses perceraian dalam Islam sangat berbeda dengan proses perceraian pada umumnya. Namun, dampak yang diterima oleh berbagai pihak tetap saja sama – rumah tangga runtuh. Oleh karena itu, mulai sekarang terapkanlah sikap sabar dan lapang dada. Sebab perceraian itu memang sedemikian rumit dan tidak mudah bersepakat.
Proses Perceraian Menurut Syariat Islam
Menurut syariat Islam, perceraian merupakan suatu hal yang harus dilakukan apabila suami dan istri yang telah menikah merasa sudah tidak cocok lagi dan tidak dapat melanjutkan rumah tangga mereka. Pada umumnya, perceraian dapat dilakukan apabila sudah melalui proses hukum yang telah ditetapkan dalam agama Islam. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa proses perceraian menurut syariat Islam:
1. Talaq
Proses perceraian yang pertama adalah talaq. Talaq merupakan proses perceraian yang dapat dilakukan oleh suami terhadap istrinya secara sepihak tanpa kehadiran hakim. Namun, dalam proses talaq, suami harus mengucapkan kalimat talaq dengan benar dan sebanyak tiga kali. Cara ucapannya pun harus tepat dan tidak terlalu terburu-buru. Bila suami sudah mengucapkan talaq sebanyak tiga kali, maka perceraian sudah sah menurut agama Islam. Namun, apabila suami merasa penyesalan setelah mengucapkan talaq, maka boleh melaksanakan ruju (merujuk) dengan cara mengucapkan kalimat talak satu atau dua kali lagi.
2. Khulu
Proses perceraian yang kedua adalah khulu. Khulu adalah proses perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suaminya dengan mengajukan gugatan cerai ke pengadilan yang berwenang. Biasanya, proses ini dilakukan karena adanya ketidakkompakan antara suami dan istri dan suami tidak mampu menjaga istri dengan baik. Sebelum mengajukan gugatan, istri harus membayar maharnya terlebih dahulu kepada suaminya sebagai ganti rugi. Sysarat tersebut dijelaskan dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah 2:229.
Pada dasarnya, khulu dapat dilakukan apabila dibutuhkan oleh istri dan harus melalui proses pengadilan yang sesuai dengan hukum Islam. Proses khulu diharapkan bisa membawa kebaikan bagi kedua pihak dan dapat menghindari perselisihan antara suami dan istri.
3. Faskh
Proses perceraian yang ketiga adalah faskh. Faskh adalah proses perceraian yang dapat dilakukan oleh seorang hakim dalam hal-hal yang sifatnya memaksa atau darurat, seperti ketidakadilan, perselingkuhan, kekerasan atau hal lain yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Proses faskh harus dimulai dari mengajukan gugatan cerai ke pengadilan yang berwenang dan proses pengadilan akan dimulai untuk memutuskan sisi-sisi yang menyebabkan pasangan tidak bisa melanjutkan hidup bersama. Apabila perkawinan sudah sangat tidak bermakna dan sudah mencoba selama bertahun-tahun untuk menyelamatkan rumah tangganya, maka faskh adalah solusi terbaik agar kerugian dapat diminimalisir.
4. Ruju
Proses perceraian yang keempat adalah ruju. Ruju adalah proses pengembalian suatu perkara atau masalah pada tempat atau kondisi semula. Apabila dalam waktu tiga bulan setelah mengucapkan talak, suami merasa penyesalan dan ingin meneruskan rumah tangga bersama istrinya, maka ruju boleh dilakukan.
Untuk melaksanakan ruju harus melalui syarat-syarat tertentu, seperti pengakuan kesalahan, membayar mahar kembali, dan memberikan hak-hak istri sesuai dengan syariat Islam. Ruju bisa dilakukan sebanyak dua kali, apabila suami melakukan talak ketiga, maka rumah tangga tersebut sudah tidak dapat disambungkan lagi.
Itulah beberapa proses perceraian dalam Islam yang harus dipahami oleh setiap pasangan yang ingin menikah. Siapapun yang ingin melaksanakan perceraian harus dilakukan dengan cara yang benar dan berdasarkan aturan Islam agar tidak ada kerugian bagi kedua belah pihak. Terima kasih telah membaca artikel ini.
Faktor Penyebab Perceraian dalam Islam
Perceraian dalam Islam bukanlah hal yang diinginkan, namun terkadang tidak dapat dihindari. Masalah yang terjadi dalam pernikahan dapat menjadi penyebab perceraian. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab perceraian dalam Islam:
1. Kurangnya Komunikasi
Komunikasi yang buruk sering menjadi penyebab utama permasalahan dalam pernikahan. Terkadang pasangan suami istri kurang menghabiskan waktu bersama atau tidak dapat saling meluangkan waktu untuk berbicara. Kurangnya komunikasi sangatlah berbahaya karena dapat menyebabkan salah pengertian antara pasangan, bahkan bisa memperbesar perbedaan di antara mereka.
Sebaiknya pasangan suami istri saling berbicara dengan baik dan santai dalam mengatasi masalah-masalah kecil sebelum menjadi ke besar dan jangan pernah membesar-besarkan masalah yang terjadi. Memang sulit untuk komunikasi yang baik saat pasangan bermasalah, namun saling berusaha untuk memahami dan mendengarkan dengan baik bisa membantu menghindari perceraian.
2. Masalah Keuangan
Masalah dalam keuangan dapat menyebabkan pasangan saling menyalahkan dan saling meminta lebih dalam membuat kehidupan pernikahan menjadi sulit. Ketidakyakinan dalam pengelolaan keuangan yang baik dapat membuat perseteruan dalam pasangan, membangun kepercayaan diri dalam hal keuangan perlu didorong untuk menghindari masalah seperti ini.
Maka dari itu, terdapat baiknya pasangan suami istri dari awal menetapkan dan memperhatikan pola pengeluaran keuangan bersama-sama secara bertanggung jawab. Pasangan juga harus saling transparan dalam urusan keuangan dan memahami bahwa pengeluaran mereka harus sesuai dengan kemampuan finansial mereka agar dapat menghindari masalah keuangan dalam pernikahan.
3. Infidelity atau Ketidaksetiaan
Masalah yang satu ini juga kerap kali menjadi penyebab perceraian. Infidelity atau ketidaksetiaan biasanya terjadi dikarenakan kurangnya komunikasi, perhatian atau pun semangat yang tidak sama dalam menjalankan bahtera rumah tangga. Pasangan tidak lagi saling mencari kebahagiaan satu sama lain, tetapi mencari kebahagiaan dan kepuasan secara berbeda di luar rumah.
Kita sebagai manusia, tidak bisa sepenuhnya menghindari perbedaan pendapat atau pun perbedaan selera, bahkan mungkin terkadang seseorang akan merasa tidak puas dengan pasangannya. Namun, percaya pada pasangan dan terbuka dalam mengatasi masalah diantara mereka adalah kunci kebahagiaan dalam rumah tangga.
Ketika situasi ini terjadi, sangat dianjurkan untuk menghadiri sesi konseling untuk mempertahankan pernikahan dan membicarakan perasaan masing-masing serta memperbaiki komunikasi antara pasangan untuk meningkatkan kepercayaan dan menjalin kembali hubungan yang sehat.
Demikianlah tiga faktor penyebab perceraian dalam Islam. Pernikahan dapat menjadi surga di dunia jika dipenuhi dengan pengertian, komunikasi, rasa saling percaya, rasa saling memahami dan saling mendukung satu sama lain. Pasangan suami istri diharapkan untuk terampil mengatasi kesulitan dan menjaga ikatan suci mereka dalam menyantuni selamanya.
Upaya Mencegah Perceraian dalam Islam
Perceraian dalam Islam menjadi salah satu masalah yang sering terjadi di tengah masyarakat. Bahkan, tidak jarang proses perceraiannya pun berakhir dengan kerugian yang cukup besar bagi salah satu pihak. Oleh karena itu, sebagai agama yang mengajarkan tentang kasih sayang, Islam juga memberikan berbagai langkah untuk mencegah terjadinya perceraian pada pasangan suami istri.
1. Menjaga Komunikasi yang Baik
Komunikasi yang baik menjadi hal yang sangat penting dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Dalam Islam, salah satu cara untuk menjaga komunikasi suami istri agar selalu harmonis adalah dengan saling mengingatkan dalam kebaikan. Hal ini juga sudah tertulis dalam Al-Quran bahwa suami istri harus saling ingat mengingatkan dalam kebaikan (QS Al-Baqarah : 237).
2. Terbuka dan Jujur
Saling terbuka dan jujur bisa menjadi solusi untuk menghindari persoalan dalam rumah tangga. Sesuai dengan ajaran Islam, di hadapan Allah, manusia harus bersikap jujur dan terbuka. Hal ini hanya sebatas pada perkara halal yang berkaitan dengan hubungan suami istri.
3. Menghindari Bersikap Egois
Sikap egois dalam rumah tangga juga harus dihindari. Dalam dalam Al-Quran, Allah melarang manusia untuk berperilaku sombong atau egois (QS Ar-Rum: 18-19). Ketika memasuki rumah tangga, seseorang harus siap untuk mengorbankan diri dan menjunjung tinggi perasaan pasangan suami istri.
4. Menyiapkan Mental yang Kuat
Mental yang kuat juga harus dimiliki oleh setiap suami istri. Hal ini karena kehadiran sebuah rumah tangga pasti akan menemukan berbagai ujian dan cobaan. Kualitas mental yang kuat akan membantu setiap pasangan untuk menghadapi dan mendukung pasangan untuk selalu saling membantu.
5. Belajar dari Pengalaman Orang Lain
Untuk mencegah terjadinya perceraian, kajian dakwah tentang keluarga sangat penting dilakukan. Hal ini bisa dilakukan dengan datang ke acara kajian atau seminar tentang rumah tangga. Pasangan suami istri bisa belajar dari sepak terjang orang-orang yang sudah sukses dalam memelihara rumah tangga mereka.
Sebagai umat Islam, mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain menjadi hal yang sangat penting. Dalam hal ini, kajian dan pengelolaan keluarga yang baik tentu dapat menambah wawasan dan keterampilan dalam mengelola keluarga agar terhindar dari persoalan besar yang berujung pada perceraian.